Seruan Keprihatianan HFI terhadap Tragedi Paris 13 November 2015

Seruan Keprihatianan HFI terhadap Tragedi Paris 13 November 2015

SERUAN KEPRIHATINAN

TRAGEDI PARIS 13 NOVEMBER 2015

HUMANITARIAN FORUM INDONESIA

“Prière pour Paris-la prière pour l’humanité,

Pray For Paris-Pray for Humanity,

Doa untuk Paris-Doa untuk Kemanusiaan,”

 

Menyikapi kejadian terhadap warga kota Paris pada Jumat 13 November 2015, pertama, kami memanjatkan doa bagi seluruh korban, keluarga korban dan warga yang terguncang akibat serangan biadab yang terjadi. Doa inilah yang mempersatukan kita, ketika tragedi serupa terjadi dimana saja di belahan dunia manapun, baik di Paris, maupun di bagian dunia lainnya, dimana kekerasan menjadi alat untuk menindas orang lain.

Disetiap doa yang diucapkan dalam berbagai bahasa ibu yang dipanjatkan oleh kita atau siapapun yang terdiri dari berbagai keyakinan maupun agama, yang menjadikan kesatuan kemanusiaan menjadi tujuan yang teruntai dalam sebuah bahasa yang indah untuk menghadapi berbagai upaya-upaya kejam untuk menindas dan menghilangkan martabat manusia lain. Dalam bahasa kemanusiaan kita bersaudara, berpadu tidak dalam keseragaman, namun dalam kemajemukan untuk bisa prihatin terhadap ancaman apapun yang merusak sendi-sendi kemanusiaan yang rentan dirampas oleh kekerasan.

Oleh karenanya dengan bahasa kemanusiaan ini, kami mengutuk tindakan kekerasan apapun yang dilakukan terhadap manusia lain yang kali ini terjadi di Paris, namun juga sudah dan sering terjadi mengancam berbagai tempat di dunia ini. Kami meminta kepada siapapun untuk menghentikan kekerasan yang merampas bukan saja kedamaian bagi manusia lain, namun juga menimbulkan kekhawatiran yang berujung kepada perampasan martabat manusia oleh manusia lain.

Dengan ini juga kami meyakini bahwa agama dan keyakinan bukanlah alasan pembenaran untuk melakukan kekerasan. Agama dan keyakinan apapun di dunia ini meyakini bahwa perbedaan adalah bagian dari fitrah manusia, dan kedamaian adalah harapan dari upaya syiar agama dan keyakinan apapun. Oleh karenanya penggunaan simbol agama, mengatasnamakan agama dan keyakinan , dan mengklaim sebagai perwakilan agama apapun untuk melakukan kekerasan adalah sebuah kesalahan dalam mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang bersendikan kedamaian dan upaya mengasihi sesama.

Sudah tentu kami juga meyakini bahwa Tragedi Paris harus dimaknai sebagai pemicu bagi perlu hadirnya nilai-nilai kemanusiaan yang lebih jelas dalam kehidupan antar bangsa, antar agama dan antar umat manusia dimanapun dan kapanpun. Sejatinya, kekerasan yang membawa pertumpahan darah tidak akan menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih baik. Kita harus membangun perdamaian dunia dengan mengutuk segala bentuk kekerasan di berbagai tempat di dunia, seraya berusaha menghadirkan pemartabatan terhadap manusia lain untuk bisa saling menghargai sebagai ciptaan Tuhan.

Kami juga meminta kepada pemerintah Indonesia untuk dapat terus melakukan politik perdamaian internasional berasaskan kemanusiaan secara bebas dan aktif untuk mengurangi dan menindak aksi-aksi terorisme brutal yang menyengsarakan sesama manusia. Himbauan yang sama juga kami tujukan kepada pemerintah-pemerintah di berbagai negara di dunia untuk bisa melakukan hal tersebut dengan dengan konsekuen tanpa standar ganda agar dunia bisa menjadi ruang hidup bersama yang diisi dengan perhargaan, ketulusan dan cinta kasih.

Kiranya Tuhan Yang maha Esa memberikan kita, hikmat untuk dapat terus menjadi pejuang kemanusiaan yang membawa damai bagi siapapun tidak terkecuali dan meletakkan martabat setiap manusia sebagai tujuan. Mari kita hidupi dunia berkemanusiaan yang lebih baik dan menjadikan tragedi Paris sebagai episode akhir kekerasan semasa kita masih diberikan waktu oleh yang Maha Kuasa.

 

Salam Kemanusiaan,

Jakarta, 15 November 2015

 

Humanitarian Forum Indonesia

Surya Rahman M –Direktur Eksekutif (081360469344)

 

Ustadz Budi Setiawan (MDMC), Romo Adrianus Suyadi, SJ. (KARINA-KWI), Pdt. J. Victor Rembeth, Ustadz Tomy Hendradjati (PKPU), Doseba T. Sinay (WVI), James Tumbuan (Habitat for Humanity Indonesia), dr. Sari Mutia Timur (YEU), Ustadz Ahmad Juwaini (Dompet Dhuafa), Pdt. Maria Endang (Rebana Indonesia), Ustadz Arifin Purwakananta, Ustadzah Rahmawati Husein (MDMC), Tri Budiarto (Penasihat), Jusak Ismanto Indrawan (unit PRB – PGI), Ustadz Asep Beny (DMC – Dompet Dhuafa), Sigit Wijayanta (YAKKUM).

Share: